Rumah Tangga yang Harmonis

Rumah Tangga yang Harmonis

 

Muhammad Ali Chozin

 

Pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Khadijah binti Khuwailid sangat diberkahi dan penuh kebahagiaan, meskipun perbedaan umur mereka terpaut 15 tahun. Nabi Muhammad SAW menikah dalam usia 25 tahun, sedangkan Khadijah berumur 40 tahun dan berstatus sebagai janda yang kaya raya. Selain berperan sebagai istri yang baik, Khadijah juga menjadi sahabat bagi suaminya, tempat berbagi suka dan duka hingga pada tingkat yang luar biasa. Dalam pernikahannya bersama Khadijah, Nabi Muhammad SAW dikaruniai enam anak, yaitu Qasim yang meniggal dalam usia dua tahun, Zainab, Umm Kultsum, Ruqayyah, dan Fathimah; dan yang terakhir seorang putra yang tidak berusia panjang, Ibrahim.

Pada hari pernikahannya, Nabi Muhammad SAW. memerdekakan Barakah, budak setia warisan dari ayahnya. Pada hari yang sama, Khadijah menghadiahkan Muhammad, Zaid, salah seorang budaknya yang berusia lima belas tahun. Selanjutnya, mereka dinikahkannya. Pada suatu hari, Haritsah ayah dari Zaid mendapat kabar tentang anaknya berada di Mekkah, ia pun langsung berangkat bersama saudaranya Ka’b. Mereka menemui Nabi Muhammad dan memintanya agar diperbolehkan menebus Zaid dengan harga berapapun yang ia minta.

“Biarkanlah ia memilih, jika ia memilihmu, ia akan menjadi milikmu tanpa tebusan, namun jika ia memilihku, aku tidak akan menolak siapa saja yang memilihku,” Nabi Muhammad SAW kemudian memanggil Zaid dan bertanya: “Apakah kamu mengenal mereka?”

“Ya, mereka adalah ayah dan pamanku.”

“Kamu sangat mengenalku dan kamu telah menyaksikan perlakuanku kepadamu. Maka, pilihlah diantara aku dan mereka.”

“Aku tidak akan memilih siapapun selain engkau. Bagiku, engkau laksana ayah dan ibu.”

“Keterlaluan kamu, Zaid!” seru kedua orang Kalb itu. “Apakah kamu lebih memilih perbudakan daripada kebebasan? Apakah kamu lebih memilih dia daripada ayah, paman, dan keluargamu?”

“Begitulah” kata Zaid “karena aku telah menyaksikan dari beliau sesuatu yang membuatku tidak dapat siapapun selainnya.”   

Dalam al-Qur’an surat QS. ar-Rûm [30]: 21, Allah berfirman: “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Sungguh indah gambaran Rasulullah terhadap pasangan suami istri yang saling membantu dalam ketaatan. Keduanya selalu berbagi dalam kebaikan dan curahan rahmat Allah. Rasulullah bersabda, “Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun di tengah malam kemudian ia shalat, lalu ia membangunkan istrinya untuk shalat. Jika istrinya enggan, maka ia mengolesi wajah istrinya dengan air. Dan semoga Allah merahmati seorang perempuan yang bangun di tengah malam untuk shalat, lalu ia membangunkan suaminya untuk shalat. Jika suaminya enggan, maka ia olesi wajah suaminya dengan air.” (HR. Abu Daud dan Hakim)

Pernikahan merupakan ikatan dua jiwa yang sangat kuat dan kokoh, yang disambungkan oleh Allah, agar keduanya menggapai ketenangan, kedamaian, ketentraman, dan kenikmatan yang halal. 

Suami istri harus sering berinteraksi dan berkomunikasi dengan cara yang ringan, toleran, dan harmonis. Sumber keharmonisan sebuah keluarga terletak pada seorang istri. Istri merupakan penyejuk mata, penghibur, sumber ketenangan dan tempat rehat bagi suami dalam rumah tangga. Dia juga sebagai penyubur cinta nan tulus suci serta payung kelembutan. Karena itu, Rasulullah bersabda “Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah istri yang shalehah.” (HR. Muslim)

Ketika seorang istri menyadari bahwa dirinya adalah perhiasan yang terindah, maka ia harus mengetahui strategi cara memikat hati suaminya dan kemudian memenuhi hatinya dengan cinta. Dan begitupula suami yang merupakan kepala rumah tangga, yang memimpin roda rumah tangga secara berkesinambungan tanpa merasa dirinya adalah orang yang bisa berbuat sekehendaknya saja. Dengan begitu, pergaulan yang harmonis antara suami istri berjalan sesuai dengan kriteria keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah akan memperkokoh tiang rumah tangga dan terwujudnya kebahagiaan yang dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Ketika seorang suami dan istri merasa nyaman untuk tinggal di rumah, secara tidak langsung mereka membuat surga kecil yaitu keluarga yang nyaman, tentram, dan sejahtera.

Sebuah keluarga yang dibangun atas dasar keridhaan dari Allah, mereka akan langgeng baik dalam keadaan suka maupun duka. Seorang istri bukan hanya turut merasakan kebahagaian suaminya, namun juga ikut merasakan kesusahan, kesedihan, dan kesulitan yang sedang dihadapi suaminya. Begitu pula sebaliknya, seorang suami terhadap istrinya. Keduanya duduk berdampingan sambil mengungkapkan kata-kata lembut, menghibur, menyumbang pikiran yang matang dan benar, yang terikat karena jalinan hati dan cinta yang tulus suci.    

Berbahagialah seorang suami yang mendapatkan seorang istri yang patuh dan taat kepada perintah Allah dan suaminya, begitupula sebaliknya, berbahagialah seorang istri yang mendapatkan seorang suami yang bertanggungjawab terhadap diri dan keluarganya atas dasar ridla Allah, yang telah diatur dalam Islam.

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, ‘Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki keridhaan Allah dan rasul-Nya serta kesenangan di akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar.” (QS. al-Ahzâb [33]: 28-29) Wallahua’lam[]

 

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment